Di sepanjang Jalan R.M. Said, misalnya, tampak beberapa rumah makan laris yang sebelumnya tidak pernah dilihat. Salah satunya adalah Raja Kepiting. Sukses Raja Kepiting rupanya memicu lahirnya sebuah rumah makan seafood, tidak jauh dari Raja Kepiting. Kita bisa menggunakan jasa rental mobil solo untuk ke tempat ini.
Sekalipun Solo letaknya jauh dari laut, tetapi seafood ternyata merupakan makanan kegemaran. Di daerah Manahan dan sepanjang jalan utama (Jalan Slamet Riyadi), banyak terlihat tenda-tenda penjual makanan hasil laut gaya Lamongan. Rumah makan seafood yang paling terkenal di Solo adalah Mbak Mar.
Di “sektor” per-kepiting-an, ada Pak Petruk yang populer. Buka sore hari, Pak Petruk ramai dikunjungi pelanggannya. Raja Kepiting memasuki “sektor” ini dengan penampilan yang lebih bergaya Jakarta – dengan penataan tempat yang lebih berkelas menengah. Sajiannya pun lebih beragam, dengan menampilkan berbagai menu Tionghoa halal.
Berbagai masakan kepitingnya setara dengan rumah-rumah makan sejenis di Jakarta. Yang paling istimewa dan unik di Raja Kepiting, adalah sriping goreng. Sriping adalah scallop, digoreng dengan setengah cangkangnya. Empuk-empuk gurih! Mak nyuss! Tiada dua.
Satu lagi yang baru di Solo adalah hadirnya beberapa cafe yang berjualan kopi model waralaba Starbucks. Semula kita bisa heran ketika beberapa tahun melihat sebuah gerai serupa di dekat Manahan. Solo ‘kan tempatnya wedangan lesehan yang populer dengan sebutan hik. Apa mungkin cafe yang berjualan “wedang” akan laku?
Ternyata, karena hik hanya buka malam hari, maka ada celah yang harus diisi di siang hari. Peningkatan kesejahteraan juga membuka peluang untuk tempat “ngopi” yang lebih nyaman. Sekarang, kira-kira, sudah ada 16 cafe serupa (di luar Starbucks dan Coffee Bean) di seluruh penjuru Solo. Ini agaknya seirama dengan munculnya kopitiam (warung kopi gaya peranakan) di sekitar Jakarta. Sekarang, bahkan Killiney Kopitiam dari Singapura pun sudah hadir di Jakarta, setelah didahului oleh versi lokal seperti Lau’s Kopitiam, Kopi Lay, Kopitiam Oey, Kopitiam Auntie Lie, dan lain-lain.
Solo adalah gudangnya ayam goreng. Mulai ayam goreng Madukoro, Adem Ayem, Bu Better, Kleco, dan lain-lain. Bahkan ayam goreng dari penjual jongkok di Pasar Gede Harjonagoro saja enaknya bukan kepalang. Di Jalan Honggowongso, belum lama ini mulai hadir sebuah rumah makan baru dengan papan nama Dapur Sreng. Sreng adalah bunyi sesuatu yang digoreng, sehingga asosiasi kita pastilah langsung ke arah makanan gorengan.
Dapur Sreng menampilkan sesuatu yang gimmicky. Yang dikedepankan di sini adalah cara menggoreng dan membakar makanan secara ban berjalan (conveyor belt). Kita bisa teringat masa kecil, saat melihat mesin otomatis pembuat donat di sebuah toko roti di Jalan Tunjungan, Surabaya. Conveyor belt penggoreng dan pemanggang makanan di Dapur Sreng ini adalah satu-satunya di dunia. Di-desain sendiri oleh pemiliknya yang memang memiliki keahlian mekanik.
Mesin penggorengnya memakai keranjang-keranjang besi yang digantung pada rantai berputar, melalui “kolam” minyak goreng panas. Mesin pemanggang berbentuk mirip, bedanya tidak memakai “kolam” minyak goreng. Sebelum Dapur Sreng mencapai volume penjualan yang cukup tinggi, pastilah penggunaan minyak gorengnya sangat boros.
Yang digoreng dan dibakar adalah ayam dan empal daging sapi dengan berbagai citarasa: keju, barbeque, dan lain-lain.
Ayam maupun empalnya mak nyuss! Dan kita bahkan bisa datang kembali untuk kedua kalinya menikmati ayam goreng keju Dapur Sreng.
Satu lagi pilihan masakan ayam sebagai alternatif bila berkunjung ke Solo. Anda tertarik? Silahkan dating dan angkutan mobil solo siap mengantarkan Anda ke tujuan kuliner.
* travel.kompas.com
Lihat juga : nelayan restoran, loewy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar